Rabu, 23 Juli 2008

VISI DAN MISI

Visi
Meningkatkan kesadaran berbangsa, menguatkan jati diri dan menyatukan potensi bangsa, bergerak menuju bangsa maju di dunia.
Misi
Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan semangat juang masyarakat.
Memperkuat kepribadian bangsa, memperkokoh nilai-nilai budaya bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggan nasional.
Mempertebal (memperkuat) jiwa persatuan dan kesatuan bangsa dalam mewujudkan Indonesia yang damai (peace), adil (justice), demokratis (democracy), dan sejahtera (prosperity).
Tema
Dengan Semangat 100 tahun Kebangkitan Nasional Kita Tingkatkan Kesadaran Berbangsa dan Bernegara Menuju Indonesia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.
Sub Tema
Jalin persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan yang demokratis;
Kehidupan demokrasi merupakan cermin bangsa yang bermanfaat;
Bangkitlah bangsaku, berpadu membangun Indonesia Sejahtera;
Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku;
Bangkitlah Indonesiaku dalam keutuhan negeriku.
Slogan
Indonesia Bisa!

Peringatan Di Alun - Alun Wates

Upacara Hari Kebangkitan Nasional di Alun-Alun Wates
Upacara memperingati 100 Tahun Hari Kebangkitan Nasional tingkat Kabupaten Kulon Progo berlangsung Senin (19/5) di Alun-alun Wates.
Bertindak sebagai Inspektur Upacara Bupati Kulon Progo H.Toyo Santoso Dipo yang sekaligus membacakan amanat. Turut hadir Ketua DPRD, Drs. Kasdiyono, Muspida para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemda Kulon Progo. Sementara peserta upacara terdiri TNI, POLRI, Dan Sat Radar, Brimob, PNS, Ormas Pemuda, dan Pelajar SD hingga SLTA. Berikut dokumentasi kegiatan tersebut oleh Kantor Humas Pemkab Kulon Progo. (Humas Kabupaten Kulon Progo www.kulonprogo.go.id filmon)
Pelajar SD mengikuti upacara 100 Tahun Harkitnas. (Humas Kab. Kulon Progo)

Kamis, 17 Juli 2008

SEJARAH







STOVIA cikal bakal berdirinya Boedi Oetomo kini diabadikan
menjadi Museum Kebangkitan Nasional. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

Sejarah Singkat Boedi Oetomo

Bangsa Indonesia, yang dijajah oleh Belanda, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.

Politik ini jelas terlihat pada gambaran berikut:

Pengajaran sangat kurang, bahkan setelah menjajah selama 250 tahun tepatnya pada 1850 Belanda mulai memberikan anggaran untuk anak-anak Indonesia, itupun sangat kecil.
Pendidikan yang disediakan tidak banyak, bahkan pengajaran tersebut hanya ditujukan untuk menciptakan tenaga yang bisa baca tulis dan untuk keperluan perusahaan saja.
Keadaan yang sangat buruk ini membuat dr. Wahidin Soedirohoesodo yang mula-mula berjuang melalui surat kabar Retnodhumilah, menyerukan pada golongan priyayi Bumiputera untuk membentuk dana pendidikan. Namun usaha tersebut belum membuahkan hasil, sehingga dr. Wahidin Soedirohoesodo harus terjung ke lapangan dengan berceramah langsung.

Lorong kelas di STOVIA tempat dr. Soetomo dan kawan-kawan
menuntut ilmu. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

Berdirinya Boedi Oetomo

Dengan R. Soetomo sebagai motor, timbul niat di kalangan pelajar STOVIA di Jakarta untuk mendirikan perhimpunan di kalangan para pelajar guna menambah pesatnya usaha mengejar ketertinggalan bangsa.

Langkah pertama yang dilakukan Soetomo dan beberapa temannya ialah mengirimkan surat-surat untuk mencari hubungan dengan murid-murid di kota-kota lain di luar Jakarta, misalnya: Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Magelang.

Pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 1908 pukul 9 pagi, Soetomo dan kawan-kawannya: M. Soeradji, M. Muhammad saleh, M. Soewarno, M. Goenawan, Soewarno, R.M. Goembrek, dan R. Angka berkumpul dalam ruang kuliah anatomi. Setelah segala sesuatunya dibicarakan masak-masak, mereka sepakat memilih “Boedi Oetomo” menjadi nama perkumpulan yang baru saja mereka resmikan berdirinya.



Ruang Anatomi tempat pertemuan dr. Soetomo dkk membahas
pendirian Boedi Oetomo. Kini ruangan ini dinamakan Ruang Memorial
dr. Soetomo. (Filmon L. Warouw/Depkominfo)

“Boedi” artinya perangai atau tabiat sedangkan “Oetomo” berarti baik atau luhur. Boedi Oetomo yang dimaksud oleh pendirinya adalah perkumpulan yang akan mencapai sesuatu berdasarkan atas keluhuran budi, kebaikan perangai atau tabiat, kemahirannya.

Kongres Pertama Boedi Oetomo (3 Oktober – 5 Oktober 1908)

Kongres ini diadakan di Kweekschool atau Sekolah Guru Atas Yogyakarta (Sekarang SMA 11 Yogyakarta) dengan pembicara:
R. Soetomo (STOVIA Weltevreden)
R. Saroso (Kweekschool Yogyakarta)
R. Kamargo (Hoofd der School Magelang)
Dr. MM. Mangoenhoesodo (Surakarta)
M. Goenawan Mangoenkoesoemo

Setelah berlangsung selama tiga hari, kongres yang dipimpin oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo mengesahkan Anggaran Dasar Boedi Oetomo yang pada pokoknya menetapkan tujuan perhimpunan sebagai berikut:

Kemajuan yang selaras (harmonis) buat negara dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, kebudayaan (kesenian dan ilmu pengetahuan).

Beberapa prestasi yang diraih oleh Boedi Oetomo diantaranya: penerbitan majalah "Guru Desa", perubahan pelajaraan Bahasa Belanda di Sekolah Dasar yang semula hanya diajarkan di kelas tiga ke atas berubah menjadi mulai kelas satu, serta mendirikan surat kabar resmi Boedi Oetomo berbahasa Belanda, Melayu, dan Jawa.

Boedi Oetomo telah memberikan teladan dengan berdiri di barisan terdepan membawa panji-panji kesadaran, menggugah semangat persatuan, adalah suatu kenyataan yang tidak boleh dikesampingkan.